4.8/5⭐⭐⭐⭐⭐
(spoiler)
Aku tertarik buat baca novel ini karena
letters. Iya surat. Di belakang bukunya ada kalimat “Ada surat-surat yang
takkan pernah dikirim. Ada surat-surat yang telah dikirim dan mungkin tak
pernah dibaca penerimanya.” OH WOW, keren banget kan?
And you know, I have unhealthy obsession
with letters. Yeah. That’s why I have some penpals.
Oke back to the book. Buku ini tebalnya 194
halaman. Lumayan tipis ya. Dan aku berhasil menamatkannya dalam waktu 1 harian.
Satu hari-satu malam maksudnya ya. Karena jujur penuturan penulisnya bagus.
Bahasanya mudah dimengerti dan tokoh Sylvi ini lucu dan relate sama aku.
Nah, di bagian awal buku, Sylvi udah nulis
email untuk gurunya gitu, dia ngirim tugas. Di situ udah tertarik lah karena
emang penggambaran si tokoh Sylvi ini dapet banget. Udah gitu, ternyata si
Sylvi nulis surat buat gebetannya yang dipikirnya nggak akan mungkin bisa
kenalan. Intinya dia jadi secret admirer, pengagum rahasia, dan nulis surat itu
untuk gebetannya ini. Tapi semua surat Sylvi nggak ada yang dikirim.
Surat-surat itu seperti diary. Dan aku
menyadari kalau Sylvi dan aku melakukan hal yang sama. Bedanya aku menulis
surat untuk biasku (felix) yang tentu saja tidak pernah dikirim. Dan kami
sama-sama menceritakan kehidupan kami dalam surat itu. Surat Sylvi ditulis
tangan, diatas kertas. Seperti surat pada umumnya, sedangkan suratku ditulis di
Microsoft word. Dokumen khusus yang setiap bab ada tanggalnya, persis buku
diary tapi pake tujuan orang beneran (sebenarnya ini terinspirasi dari surat
Lily untuk Ellen de Generes dari buku It Ends With Us). Emang sih kayak orang
gila tapi siapa yang peduli? Yang baca juga cuma aku.
Dan kegiatan itu berhasil menghindariku
dari stress. Aku juga yakin Sylvi melakukannya juga untuk menuangkan
perasaannya agar tidak terpendam terus.
Buku ini agak lain memang, karena
keseluruhan ceritanya dijabarkan melalui surat. (((oh apa mungkin surat suratku
untuk felix juga bisa jadi novel? LMAO)))
Tapi aku sedih, karena Sylvi hanya terobsesi
pada gebetannya dan menjadi kurus. Seakan nggak ada hal lain di dunia ini yang
lebih penting baginya.
Banyak konfliik tentang teman-temannya
juga. Dan karena tokoh-tokohnya tidak terlalu banyak, jadi mudah saja menghafal
setiap tokoh-tokoh itu.
Ketika gebetannya harus pergi, Sylvi kacau.
Tulisannya semakin banyak berisi kesedihan dan keluhan rindunya. Dan dia gila
karena obsesi ingin menjadi kurusnya itu membuatnya tidak makan selama dua
minggu.
Dan tentu saja, dia berakhir menjadi sakit.
Sylvi sakit dan surat-suratnya tidak pernah dikirim. Dan surat dari gebetannya
juga tidak pernah dia baca.
Di akhir buku aku tahu, yang diderita
Sylvia itu namanya anoreksia nervosa, yaitu gangguan makan yang menyebabkan
seseorang terobsesi dengan berat badan dan apa saja yang dimakannya. Anoreksia
ditandai dengan citra tubuh yang menyimpang, dengan ketakutan yang tidak
beralasan terhadap kelebihan berat badan. (dikutip dari google)
Maaf ya kalau terlalu banyak spoiler. Aku
suka sekali buku ini.
Pesan moral yang dapat dipetik: jangan
berlebihan terhadap sesuatu karena apapun yang berlebihan itu nggak baik. Aku
tau klise sekali tapi itu emang bener. Dan jangan sedih lama-lama cuma karena
cowok. Plis. Diri kamu lebih worth it. Dan tolong jangan siksa diri sendiri karena
kepengen bentuk tubuh yang bagus, aku tahu mungkin kesannya sok tahu karena aku
nggak ngalamin anoreksia nervosa itu, tapi aku cuma pengen bilang mungkin kita
bisa perbaiki pola makan dan olahraga. Tapi jangan sama sekali enggak makan.
Kasian badannya. Itu serem banget.
Sekian, sampai jumpa di ulasan ngasal
berikutnya.
Komentar
Posting Komentar