Langsung ke konten utama

Tokyo & Perayaan Kesedihan


 (spoiler)

4/5⭐⭐⭐⭐

Aku baca buku ini karena judulnya cantik. Dan sampulnya bagus. Aku nggak ingat kepengen baca buku ini karena liat orang lain baca ini. Biasanya aku baca buku emang karena penasaran dari omongan orang lain. Tapi buku ini enggak ada di wishlist aku. Cuma karena tiba-tiba muncul aja jadi kepengen baca.

Dan ternyata tidak mengecewakan. Bukunya bagus, padahal aku nggak expect apa-apa sama buku ini. Aku pikir bakal biasa aja gitu, soalnya di bagian awal aku kurang suka. Di awal, penulisannya kan pake bahasa baku, tapi kata ganti orang pertamanya ‘gue’ jadi lumayan aneh dibacanya. Itu pendapatku pribadi sih, ya. Tapi makin ke belakang ternyata semakin enak aja dibaca. Berarti penulisnya keren.

Kata temenku, cover bukunya cantik seperti ukiran di kayu. Aku setuju sih. Nama penulisnya juga cantik (Ruth Priscilia Angelina). Dan di dalam buku ada banyak foto-foto di Jepang gitu. Rasanya seperti beneran dibawa masuk ke sana. Dan vibesnya sangat terasa.

Aku nggak menyangka kalau bukunya bakal menyinggung tentang percobaan bunuh diri. Ada kalimat yang bikin aku nangis kayak gini:

“Aku bukannya tidak tahu bunuh diri itu adalah perbuatan yang egois. Aku tahu aku akan melukai orangtuaku. Selama-lamanya mereka akan bertanya apa yang sudah begitu salah mereka lakukan sampai tidak bisa menyelamatkanku. Seumur hidup mereka akan menyalahkan diri sendiri. Semua orang yang mengenalku akan saling menyalahkan.” -Rio, 162

Sedih banget, kasihan. Dipikir-pikir emang bener juga Rio ya. Aku nggak pernah mikir sampe ke sana. Orang yang pengen bunuh diri itu egois, karena mungkin mereka udah mikirin orang terdekatnya, tapi masih tetep enggak mau peduli karena masalahnya udah sangat berat. Tapi kita juga nggak bisa nyalahin mereka, karena kita nggak jalanin hidup mereka. Tapi bukan berarti kita boleh untuk bodo amat, kalau bisa bantu, kita harus bantu ya. Kadang-kadang, jadi telinga aja cukup kok.

“Menjadi kalah, salah, dan kehilangan akan memberimu ruang untuk menyesal. Menyesal akan membuatmu sedih, tapi itu membuatmu mengingat masa-masa baik yang pernah kaudapatkan. Dari situ kau belajar menghargai hidup.” Ini kalimat dari neneknya Joshua kalau nggak salah, tapi aku masih belum ngerti maksudnya. Gimana bisa perasaan sedih membuat kita mengingat masa-masa baik? Perasaan kalau lagi sedih nggak sempet mikir yang baik-baik deh. Adanya pikiran negatif mulu. Mungkin kalau dibaca lagi besok bakal paham.

Nanti di masa depan, kalau dikasih kesempatan sama Allah buat jalan-jalan mengunjungi negara-negara lain, aku mau abadikan foto-foto bagus juga. Siapa tahu nanti bisa dibuat tulisan juga dan diterbitkan dan dibaca banyak orang. Sepertinya keren.

“Sampai hari ini saya tidak pernah sadar bahwa hidup bisa sebegitu sulit untuk diperjuangkan.” -Joshua, 194

Pesan moral yang bisa kutuliskan adalah, seberat apapun masalahmu, lebih baik dikomunikasikan ke siapapun yang kamu percaya. Kalau nggak punya, kamu bisa nulis di buku, marah-marah, nangis-nangis, lari yang kencang, sampai kamu lega. Tapi jangan mati. Kalau kamu pikir nggak ada orang yang peduli sama kamu, mungkin itu cuma ada di pikiranmu aja, dan nggak semua yang ada di pikiranmu itu benar. Kalau kamu pikir kamu nggak punya siapa-siapa, kamu harus ingat kalau kamu punya hape kamu yang bisa nemenin kamu, masih punya buku, buat dibaca atau ditulis, masih punya banyak perpustakaan dan kafe yang bisa didatangi kapanpun, masih punya langit cerah dan pantai yang bisa disyukuri, dan tentu saja, kamu masih punya Allah 😊

Kalau itu semua masih belum membantu dan kamu butuh seseorang buat bicara dan kebetulan lagi baca ini, kamu bisa datang ke aku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Better Days (2019)

Aku nggak suka film happy ending. Aku suka film yang bisa bikin aku nangis se ember. Aku suka film yang bisa bikin aku terobrak abrik. Aku suka film yang bisa bikin aku hancur hahahah. Terakhir kali nonton film kayak gini yaitu film Monster (2023) itu film jepang. Sekarang aku abis nonton film china judulnya Better Days (2019). Aku sekarang jarang nulis tentang apa yang kurasakan setelah baca buku atau film. Tapi pengecualian buat buku atau film yang berhasil menghancurkanku :D. Di awal film emang udah ada semacam tulisan pengantar tentang bullying. Aku nggak ekspek apa-apa sama film ini karena aku nggak baca sinopsis atau cari tau trigger warning. Cuma modal satu editan di reels, ternyata filmnya bangsat banget. Aku merasa dunia sangat jahat. Pokoknya dunia ini JAHAT BANGET!!! Bodo amat aku mau spoiler alurnya. Ceritanya tuh ada anak perempuan yang meninggal karena bundir, dia gak kuat di bully. Terus ternyata setelah anak itu meninggal, sasaran bullying selanjutnya adalah Chen Nian.

You've Reached Sam

 3/5 ⭐ Aku tidak menaruh ekspektasi apa-apa sama buku ini. Covernya udah banyak aku lihat di mana-mana. Tapi baru punya kesempatan untuk bacanya sekarang. Aku baca juga karena ada salah satu mutualku yang baca juga, dan karena waktu itu bingung mau baca apa, jadi aku ikut baca juga dan kebetulan bisa langsung pinjam di Libby. Oke, jadi ternyata buku ini bercerita tentang kisah remaja bernama Julie dan Sam. Mereka sepasang kekasih, tapi mereka masih SMA. Terus suatu ketika ada kejadian yang membuat Sam ini kecelakaan dan meninggal. Sumpah aku ga terlalu memperhatikan bagian sinopsis, jadi agak kaget (ini bukan spoiler ya). Lalu entah bagaimana caranya, mereka terhubung lagi lewat telepon. Dan anehnya, telepon yang bisa digunakan cuma telepon milik Julie aja. Jadi Julie setiap hari telponan sama Sam. Apa aja masalahnya selalu dikasih tau ke pacarnya. Tapi jadinya Julie jadi susah move on, dan itu berbahaya. Sebenernya aku nggak terlalu nangis. Sedih, tapi aku nggak bisa relate. A

The Poppy War (Perang Opium)

    5/5⭐⭐⭐⭐⭐ Baiklah. Walaupun aku sedikit tidak siap, tapi aku tetep akan nulis. Mumpung masih inget dan semangat. (⚠️Spoiler warning!⚠️) Oke. The Poppy War adalah sebuah series trilogy dari penulis asal China, Rebecca F. Kuang. Buku yang kedua berjudul The Dragon Republic, dan yang ketiga adalah The Burning God. Awalnya, kupikir sampul buku versi Indonesia (yang terpampang di atas) itu adalah sampul asli dari buku aslinya. Ternyata nggak, ternyata sampul aslinya warna putih. Padahal selama ini aku mengenali The Poppy War dari sampulnya yang ini, yang terbakar, keren. Tapi sampul tuh nggak masalah, walaupun aku sebenarnya mau bilang kalau aku pribadi lebih suka sampul versi Indonesia hehe <3 Seperti biasa, dalam rangka menghemat pengeluaran, aku baca buku ini dari Gramedia digital. Jumlah halamannya 565. Iya. Aku serius. Dan tentu saja mataku pedes, kepalaku pusing. Tapi ya mau gimana lagi. Aku merasa ini worth it, gapapa uangnya bisa buat ditabung untuk beli buku kedua dan