Langsung ke konten utama

Salt to the Sea

 


3,5/5 ⭐⭐⭐

Salt to the Sea karya Ruta Sepetys punya 384 halaman. Menceritakan keadaan semasa perang dunia kedua, dari sudut pandang empat orang. Orang-orang itu bernama Joana (campuran Jerman-Lituania), lalu Florian (Jerman atau Prusia), lalu Emilia (Polandia) dan Alfred (Jerman).

Masing-masing punya karakter masing-masing, dan kepentingan, serta masa lalu. Aku suka karena buku ini menjelaskan tentang setiap orang, jadi setiap bab-nya nggak terlalu panjang, dan aku jadi bisa baca cepet. Tapi aku kurang suka sama Alfred karena dia bucin wkwkw. Setiap sudut pandangnya pasti menceritakan Hannelore. Dan dia ini seperti overproud sama diri sendiri.

Sebenernya aku nggak terlalu paham hubungan Alfred sama Hannelore. Kayaknya Alfred suka sama cewek itu, tapi nggak tahu, bingung.

Aku juga bingung sama konflik yang dialami sama Florian dan museum, dan Dr. Lange dan Koch. Tapi aku sedikit tau, kalau Koch membutuhkan kunci yang ada di Florian. Tapi Florian benci mereka semua, dan itu karena suatu yang terjadi dengan pemimpin pada masa itu.

Kalau konfliknya Emilia yang paling jelas. Aku paham. Dia gadis Polandia. Dia mencintai bangsanya dan orangtuanya. Tapi membenci orangtua angkatnya.

Kalau Joana, dia merasa bersalah sama sepupunya kan? Lalu dia pengen ketemu ibunya yang nunggu dia di Jerman. Dan pengen ketemu ayah dan kakaknya yang kemungkinan ikut perang. Atau mereka sembunyi di suatu tempat di Lituania.

Lalu aku juga bosan, karena udah halaman 300-an tapi kapalnya belum berlayar. Tapi justru karena lama itu, aku jadi tahu suasana perang waktu itu. gimana kita harus mengungsi, cari tempat hangat, hujan salju, makan kentang busuk, bunuh atau mati, nyebrang danau es yang sewaktu-waktu bisa pecah, dan lain-lain. Penulisnya berhasil bikin penasaran jadi aku baca terus sampai selesai. Aku nggak nangis. Iya, sedih sih, kasihan, tapi pendeskripsian keadaannya belum cukup untuk bikin nangis (menurutku) (maaf sok tau)

Jadi begitu. Kupikir semuanya akan mati, ternyata enggak Alhamdulillah. Kasihan sih, aku kaget waktu tokoh yang itu (sensor) ternyata mati. Soalnya aku pikir yang bakal mati malah yang satunya, yang lebih tangguh.

Dan beruntungnya ini akhirnya bahagia, yah setidaknya menurutku begitu. Tapi ada satu tokoh di antara empat itu, yang di ending nggak dibahas, jadi menurutku itu agak aneh. Soalnya dari awal ada dia, dan kasihan aja gitu. Harusnya dia ikut jadi tokoh utama karena ikut dibahas dari sudut pandangnya. Tapi seperti terlupakan, it’s okayyy.

Aku baca sampai catatan penulis dan sumber riset di akhir. Dan wow, penulis itu luar biasa ya. Untuk menghasilkan karya yang keren, risetnya nggak main-main. Banyak sekali pihak yang terlibat dan pasti pusing banget sih mikirin alur dan konflik.

Aku kutip dari catatan penulis:


Tenggelamnya Wilhelm Gustloff merupakan bencana paling mematikan dalam sejarah maritim, dengan korban jiwa melampaui apa yang dialami kapal-kapal terkenal: Titanic dan Lusitania. Tapi sungguh mengherankan karena sebagian besar orang tidak pernah mendengar tentang itu.

Pada tanggal 30 Januari, empat torpedo menunggu di dalam perut kapal selam Soviet, S-13.

Setiap torpedo dicat dengan coretan penuh persembahan:

Untuk Tanah Air.

Untuk Rakyat Soviet.

Untuk Leningrad.

Untuk Stalin.

Tiga torpedo diluncurkan, menghancurkan Wilhelm Gustloff dan membunuh sekitar 9000 orang. Torpedo ‘Untuk Stalin’ macet di dalam tabungnya dan tidak bisa ditembakkan. Sebagian besar penumpang Wilhelm Gustloff adalah anak-anak. Kapal yang kadang dijuluki kapal hantu itu sekarang terbaring di dekat pesisir Polandia, namanya yang tertera dalam huruf-huruf gotik yang besar masih bisa terlihat di bawah laut.

 

"Your daughter, your sister. She is salt to the sea."


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Better Days (2019)

Aku nggak suka film happy ending. Aku suka film yang bisa bikin aku nangis se ember. Aku suka film yang bisa bikin aku terobrak abrik. Aku suka film yang bisa bikin aku hancur hahahah. Terakhir kali nonton film kayak gini yaitu film Monster (2023) itu film jepang. Sekarang aku abis nonton film china judulnya Better Days (2019). Aku sekarang jarang nulis tentang apa yang kurasakan setelah baca buku atau film. Tapi pengecualian buat buku atau film yang berhasil menghancurkanku :D. Di awal film emang udah ada semacam tulisan pengantar tentang bullying. Aku nggak ekspek apa-apa sama film ini karena aku nggak baca sinopsis atau cari tau trigger warning. Cuma modal satu editan di reels, ternyata filmnya bangsat banget. Aku merasa dunia sangat jahat. Pokoknya dunia ini JAHAT BANGET!!! Bodo amat aku mau spoiler alurnya. Ceritanya tuh ada anak perempuan yang meninggal karena bundir, dia gak kuat di bully. Terus ternyata setelah anak itu meninggal, sasaran bullying selanjutnya adalah Chen Nian.

You've Reached Sam

 3/5 ⭐ Aku tidak menaruh ekspektasi apa-apa sama buku ini. Covernya udah banyak aku lihat di mana-mana. Tapi baru punya kesempatan untuk bacanya sekarang. Aku baca juga karena ada salah satu mutualku yang baca juga, dan karena waktu itu bingung mau baca apa, jadi aku ikut baca juga dan kebetulan bisa langsung pinjam di Libby. Oke, jadi ternyata buku ini bercerita tentang kisah remaja bernama Julie dan Sam. Mereka sepasang kekasih, tapi mereka masih SMA. Terus suatu ketika ada kejadian yang membuat Sam ini kecelakaan dan meninggal. Sumpah aku ga terlalu memperhatikan bagian sinopsis, jadi agak kaget (ini bukan spoiler ya). Lalu entah bagaimana caranya, mereka terhubung lagi lewat telepon. Dan anehnya, telepon yang bisa digunakan cuma telepon milik Julie aja. Jadi Julie setiap hari telponan sama Sam. Apa aja masalahnya selalu dikasih tau ke pacarnya. Tapi jadinya Julie jadi susah move on, dan itu berbahaya. Sebenernya aku nggak terlalu nangis. Sedih, tapi aku nggak bisa relate. A

The Poppy War (Perang Opium)

    5/5⭐⭐⭐⭐⭐ Baiklah. Walaupun aku sedikit tidak siap, tapi aku tetep akan nulis. Mumpung masih inget dan semangat. (⚠️Spoiler warning!⚠️) Oke. The Poppy War adalah sebuah series trilogy dari penulis asal China, Rebecca F. Kuang. Buku yang kedua berjudul The Dragon Republic, dan yang ketiga adalah The Burning God. Awalnya, kupikir sampul buku versi Indonesia (yang terpampang di atas) itu adalah sampul asli dari buku aslinya. Ternyata nggak, ternyata sampul aslinya warna putih. Padahal selama ini aku mengenali The Poppy War dari sampulnya yang ini, yang terbakar, keren. Tapi sampul tuh nggak masalah, walaupun aku sebenarnya mau bilang kalau aku pribadi lebih suka sampul versi Indonesia hehe <3 Seperti biasa, dalam rangka menghemat pengeluaran, aku baca buku ini dari Gramedia digital. Jumlah halamannya 565. Iya. Aku serius. Dan tentu saja mataku pedes, kepalaku pusing. Tapi ya mau gimana lagi. Aku merasa ini worth it, gapapa uangnya bisa buat ditabung untuk beli buku kedua dan