Langsung ke konten utama

All the Light We Cannot See

 

3.5/5 ⭐

Aku pertama kali tertarik baca buku ini karena judulnya bagus. All The Light We Cannot See ini karya penulis bernama Anthony Doerr. Latar ceritanya terjadi ketika perang dunia kedua. Tokoh utamanya ada dua. Werner Pfennig dari Jerman, dan Marie-Laure dari Prancis. Saat perang, mereka masih berusia remaja. Werner sekitar 18 tahun, dan Marie-Laure 16 tahun.

Dari awal, sebenarnya aku sempat bingung, karena alur ceritanya maju-mundur, dan alurnya lumayan lambat. Ceritanya juga dipisahkan sama beberapa bagian, sesuai dengan latar waktu kejadiannya. Setiap bab, sudut pandang ceritanya berubah-ubah. Karena setiap bab tidak terlalu banyak, jadi tidak terlalu membosankan.

Di awal kehidupannya, Werner diceritakan menyukai radio. Dia itu pinter banget, dan bisa benerin radio yang rusak. Dia punya adik namanya Jutta, tapi mereka yatim piatu, jadi mereka tinggal di Rumah Anak sama Frau Elena. Werner sama Jutta dan anak-anak lain seneng dengerin radio. Terus, karena Werner mulai dikenal bisa benerin radio, jadi dia akhirnya sekolah di Schulpforta. Dia belajar banyak tentang jadi tentara dan tentang radio.

Kalau Marie-Laure, dia tinggal sama ayahnya yang bekerja di Museum Alam Nasional sebagai tukang kunci. Marie-Laure kehilangan penglihatannya ketika masih kecil. Sebelumnya dia bisa melihat, tapi lama kelamaan mengabur dan penglihatannya hilang sama sekali. Tapi ayahnya mendidik Marie-Laure dengan baik. Dia ngajarin Marie-Laure untuk mandiri, dan menghapal daerah kota tempat tinggalnya dengan membuat miniatur kota yang kemudian dihapal Marie-Laure.

Tapi, ketika kemudian Paris mulai kacau dan semua orang kabur, Marie-Laure dan ayahnya pergi ke Saint-Malo. Ke tempat adik-kakeknya Marie-Laure tinggal. Tapi Marie-Laure dan ayahnya harus menjaga sesuatu yang berharga dan harus dijaga dari para Nazi.

Genre buku ini fiksi sejarah, dan hampir tidak ada romance-nya. Ada sih menurutku, walaupun cuma selewat aja. Tapi aku suka buku ini karena berhasil bikin aku sedih dan nangis, hehehe.

Waktu baca, aku nggak punya ekspektasi apa-apa, dan menurutku karena itu akhirnya aku jadi suka sama bukunya. Menurutku, bukunya mirip-mirip sama Salt to the Sea, karya Ruta Sepetys.

Quote favoritku dari Werner:

“Dia ingin memejamkan mata, melupakan, menyerah. Menunggu laras senapan menyentuh pelipisnya. Tapi Volkheimer ingin membuat argumen bahwa hidup layak dijalani.”

“Tentu saja itu penting, Aku ingin jadi insinyur. Dan kau ingin mempelajari burung. Menjadi seperti pelukis Amerika di rawa itu. Kenapa melakukan semua ini kalau bukan untuk menjadi siapa yang kita inginkan?


Diva Dipxie // Diva Alayna Suwito

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Dragon Republik: Republik Naga (The Poppy War 2)

  5/5 ⭐⭐⭐⭐⭐ Ok jadi hari ini aku mau bahas buku ini. Buku kedua di series The Poppy War. Kita kembali lagi ngomongin Fang Runin, Yin Nezha, Chen Kitay dan Altan Trengsin. Sebelumnya aku mau bilang dulu kalau tulisan ini akan mengandung spoiler jadi untuk yang belum baca bukunya dan berencana mau baca sebaiknya jangan baca ini wkwkw (terus buat apa nulis kalo nggak untuk dibaca) yah gatau deh. Ok mari kita mulai. Jadi buku ini lebih tebel dari The Poppy War kalau nggak salah. Aku beli buku fisiknya karena nilaiku bagus (ehehe) terus aku bacanya lama, dari Maret sampai April, karena aku sambil KKN jadi nggak sempet banget mau baca padahal udah sangat penasaran. Tapi nggak papa akhirnya selesai juga kan. Buku ini bercerita tentang kelanjutan perjalanan Rin untuk mengincar si Maharani Su Daji. Dia tuh terus ketemu Nezha, singkat cerita Rin gabung sama angkatan laut nya papanya Nezha, banyak sekali lika-likunya. Dan tentu saja Rin nih kayaknya sama Nezha saling naksir gitu dikit wkwk. T...